Asslamuallaikum wr,wb sahabat
Apakabarnya?
Semoga dalam keadaan sehat dan dalam lindungan ALLAH SWT.
Masih mengenai anak Melayu yang keren, begitu besar peran orang tua terhadap anak-anaknya, bukan di orang Melayu saja, pasti di suku-suku se Indonesia melakukan hal yang terbaik untuk anak-anaknya agar menjadi yang terbaik namun disini saya lebih dahulu membahas Tentang Orang Melayu karena apa? Disini lah kampung halaman ku. Tercinta………….berikut ulasannya
Orang melayu menyadari pula bahwa sejak dini, kepada anak haruslah ditanamkan nilai-nilai luhur agama, budaya dan norma-norma sosial yang hidup di dalam masyarakat. Tertanamnya nilai-nilai luhur sejak dini, amatlah besar pengaruh dan manfaatnya bagi peletakan dasar dan ladasan kepribadian anak.
A. Nilai-nilai luhur yang harus ditanamkan pada anak
Didalam adat dan tradisi melayu, nilai-nilai luhur yang harus ditanamkan sejak dini itu antara lain:
ü “Berpijak pada Yang Esa”, yakni nilai-nilai keagamaan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
Di dalam ungkapan di sebut:
“bergantung pada Yang Satu
Berpegang pada Yang Esa
Tuan hidup sempurna hidup
Hidup berakal mati beriman
Malang hidup celaka hidup
Hidup tak tau halal haram”
ü “Hidup berkaum sepakaian”, yakni nilai-nilai persatuan dan kesatuan dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara, nilai-nilai kegotong-royongan atau senasib sepenanggungan.
Di dalam ungkapan disebut:
“Ke hulu sama bergalah
Ke hilir sama berkayuh
Terendam sama basah
Terapung sama timbul
Yang semak datang kerimba
Yang keruh buang kelaut
Yang kesat sama diampelas
Yang berbongkol sama ditarah”
ü “Hidup sifat bersifat”, yakni nilai-nilai budi pekerti mulia, terpuji dan tahu membawa diri.
Di dalam ungkapan disebut:
class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 58.5pt; mso-add-space: auto;">
“Hidup dalam pekerti
Mati dalam budi
Bila duduk, duduk bersifat
Bila tegak, tegak beradat
Bila bercakap, cakap berkhasiat
Bila diam, diam makrifat
Kalau bercakap di bawah-bawah
Tapi tidak kebawah sangat
Nanti mati dipijak gajah
Kalau duduk di tepi-tepi
Tapi jangan ketepi sangat
Nanti tercampak ke pelimbahan
Kalau mandi di hilir-hilir
Tapi jangan ke hilir sangat
Nanti hanyut ditelaah gelombang
Kalau makan berjimat-jimat
Tetapi jangan berjimat sangat
Nanti badan tinggal tulang
Kalau berlabuh pada yang tenang
Kalau berhenti pada yang teduh
Kalau bersandar pada yang kuat
Kalau bersila pada yang rata”
ü “Hidup berkeadaan, mati bertepatan”, yakni nilai-nilai kokok pendirian, percaya diri, pantang menyerah, rela berkorban, dan mandiri.
Di dalam ungkapan disebut:
“Tahan asak dengan banding
Tahan sentak dengan ujun
Tahan pelasah dengan belasah
Tegaknya dikaki awak
Sukatnya dicupak awak
Pantang surut dari gelanggang
Pantang membilang langkah pulang
Kepalang mandi biarlah basah
Kepalang sempit biar berhimpit
Yang sekuku sama dibagi
Yang sekuman sama dibelah
Hati gajah sama dilapah
Tegaknya tidak bersulang
Condongnya tidak berpalang
Tingginya tidak berjulang
Rendahnya tidak dihempang
Keatas ia berpucuk
Kebawah ia berakar
Ditengah ia berbatang
Besar tidak karena gelar
Kecil tidak karena nama”
ü “Hidup bertenggangan, mati berpeganggan”, yakni nilai-niali bertenggang rasa dala hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Di dalam ungakapan disebut:
“Adat hidup teggang menenggang
Adat mati kenang mengenang
Kalau pahit ke awak
Takkan manis keorang
Salah besar diperkecil
Salah kecil dihabisi
Sakit tidak diungkit
Senang tidak dipantang”
ü “Hidup keturunan, mati berkepanjangan”, yakni nilai-nilai pewarisan yang terpuji, baik berupa karya mau pun pewarisan nilai-nilai luhur, budi dan perilaku mulia serta nama baik.
Di dalam ungkapan disebut:
”Dalam hidup ada matinya
Dalam mati ada hidupnya
Yang tebu menyentak naik
Meninggalkan buku dengan ruasnya
Yang manusia menyentak turun
Meninggalkan adar dengan pusaka
Meninggalkan ico dengan pakaian
Semut mati meninggalkan sarang
Belalang mati meninggalkan keting
Harimau mati meninggalkan belang
Gajah mati meninggalkan gading
Manusia mati meninggalkan nama
Nama baik jadi sebutan
Kerja baik jadi ikutan
Dalam mati ada hidupnya
Hidup tuah dengan petuah
Hidup tunjuk dengan ajarnya
Hidup wasiat dengan amanatnya”
ü “Hidup menggulut air setimba”, yakni nilai-nilai kesadaran pentingnya memanfaatkan waktu selama hidup dipermukaan bumi ini, baik untuk kepentingan dunia maupun akhirat.
Di dalam ungkapan disebut:
“Berjalan ketika pagi
Memerun ketika panas
Menuang ketika cair
Berbeban selagi berdaya
Membahan selagi padan
Meramu selagi mau
Melihat sebelum buta
Mendengar sebelum pekak
Bertanya sebelum bisu
Karena kilat tak akan terjilat
Karena cahaya tak akan tersangga
Karena umur tak akan terukur
Bila lepas kijang kerimba
Diunut pun sia-sia
Bila hidup dipintu ajal
Tal berguna segala sesal”
ü “Sifat Tua”, yakni nilai-nilai kepemimpinan. Nilai kepemimpinan ini termasuk salah satu nilai yang paling utamakan dalam adat dan tradisi melayu. Keyakinan mereka bahwa setiap pribadi adalah pemimpin yang kelak akan dimintai pertanggung jawaban oleh Tuhannya, menyebabkan orang melayu menanamkan nilai-nilai kepemimpinan ke dalam diri anaknya.
Di dalam ungkapan disebut:
“Yang disebut sifat tua
Pertama tahu kan dirinya
Kedua tahu hidup kan mati
Ketiga tahu hutang bebannya
Hutang hidup sesame hidup
Hutang mati sesudah mati
Hutang tak dapat diajak alih
Tahu beban yang menantinya
Tahu hutang yang menunggunya
Tahu buah ada tangkainya
Tahu kayu ada pucuknya
Tangkai tidak membuang buah
Pucuk tidak membuang ranting
Tahu hidup memegang wakil
Tahu mati memegang amanat
Tahu alur dengan patutnya
Tahu salah dengan silahnya
Tukang tidak membuah bahan
Penghulu tidak membuang puah
Alim tidak membuang kitab
Raja tidak membuang daulat
Yang tua tahu kedudukan
Yang muda tahu tempat tegaknya
Yang hidup tahu pasang surutnya
Yang mati tahu timbang sukatnya”
Orang melayu meyakini, apabila kepada anak nilai-nilai luhur diatas sudah ditanamkan sejak dini,”Menurut lahirnya” atau “Menurut akal”, anak itu tentulah akan dapat menjadi “orang” yang meraka idamkan. Sebaliknya, apabila nilai-nilai luhur itu tidak ditanamkan sejak dini, besar kemungkinan anak akan “lupa diri” yakni tercabut dari akar agama, budaya , adat dan tradisin nenek moyang. Anak yang “lupa diri”, amatlah mudah hanyut atau terseret ke “jalan salah” atau “melayah”, bahkan tersesat sama sekali.
Dari sisi lain, orang tua yang tidak berusaha menanamkan nilai-nilai luhur ke pada anaknya, dianggap “orang tua menyalah”, karena menyalahi ketentuan adat dan tradisinya itu. Orang tua yang mendapat sebutan ini, tentulah kurang dihargai oleh masyarakatnya, bahkan sering dijadikan ejekan dan cemooh.
No comments:
Post a Comment
Semoga bermanfaat dan mohon dukungannya serta bantuannya.
#Salam sukses