Asslamuallaikum wr,wb sahabat
Apakabarnya?
Semoga dalam keadaan sehat dan dalam lindungan ALLAH SWT.
Masih mengenai anak Melayu yang keren, begitu besar peran orang tua terhadap anak-anaknya, bukan di orang Melayu saja, pasti di suku-suku se Indonesia melakukan hal yang terbaik untuk anak-anaknya agar menjadi yang terbaik namun disini saya lebih dahulu membahas Tentang Orang Melayu karena apa? Disini lah kampung halaman ku. Tercinta………….berikut ulasannya
Anak yang diidam-idamkan orang Melayu, ialah anak yang menjadi “orang” yakni menjadi manusia yakni menjadi manusia yang sempurna lahiriah dan batiniahnya. Kesempurnaan itu tentulah relatif, sebab itu orang Melayu membuat membuat acuan yang disebut “Pakaian yang Delapan Belas” atau “sifat yang Delapan Belas”. Sepanjang di dalam diri seorang anak melekat nilai-nilai luhur yang ada di dalam acuan ini, maka anak itu dapat dan patut disebut menjadi “orang” yang sempurna lahiriah dan batiniahnya itu.
Yang dimaksud dengan “Pakaian yang Delapan Belas” atau “SIfat yang Delapan Belas” itu ialah:
ü “Sifat tahu asal berkejadian”, yakni beragama, berilmu dalam agamanya, taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta kokoh dengan amal ibadahnya.
Di dalam ungkapan disebut:
“Tahu ka nasal kejadian
Tahu kan hidup kesudahan
Hamba tahu akan tuannya
Makhluk tahu akan Khaliknya”
“Yang agama berkokohkan
Yang iman berteguhkan
Yang sujud berkenalan
Yang amal berkepanjangan”
ü “Sifat tahu membayar hutang”, yakni membalas guna, mengenang budi dan kebaikan orang, berbakti kepada kedua orang tua, kaum kerabat, bangsa dan Negara.
Didalam ungkapan disebut:
“Tahu kan perih ibu mengandung
Tahu kan pahit ayah mendukung
Tahu kan sakit membesarkannya
Tahu kan hutang yang dibebannya
Tahu kan belas kasihan orang
Tahu kan bela pelihara orang
Tahu kan budi baik orang
Tahu budi dan hutangnya
Tahu hidup ada bebannya”
ü “Sifat tahu kan bodoh diri”, yakni menyadari kebodohan dan kekurangan diri sendiri, mencintai ilmu dan kelebihan orang lain.
Di dalam ungkapan disebut:
“Tahu kan kurang dari lebihnya
Tahu kan cacat dari eloknya
Tahu kan bodoh diri awak
Tahu kan bekal belum banyak
Tahu ke atas belum berpucuk
Tahu ke bawah belum berakar
Tahu di tengah belum berbatang
Dalam duduk, duduk berguru
Dalam tegak, tegak bertanya
Dalam merantau mencari guru
Dalam berdagang mencari ilmu
Dalam diam, diam berisi
Dalam cakap, cakap mengaji
Yang lebih dilebihkan juga
Yang tinggi ditinggikan juga
Yang patut dipatutkan juga
Yang dahulu didahulukan juga
Yang tua dituakan juga”
ü “Sifat tahu diri”, yakni menyadari sepenuhnya hakekat hidup di dunia dan di akhirat, menyadari siapa dirrinya, menyadari siapa diri, untuk apa hidup di dunia, dan kemana akhir hidupnya.
Di dalam ungkapan disebut:
“Tahu diri dengan perinya
Tahu hidup dengan matinya
Tahu marwah dengan tuahnya
Tahu alur dengan patutnya
Tahu sanggam dengan singitnya
Tahu sifat dengan kiatnya
Tahu gelenggang tempat bermain
Tahu pangkalan tempat berlabuh
Tahu teluk timbunan kapar
Tahu tanjung pumpunan angin
Tahu pasang menyentak naik
Tahu surut menyentak turun
Tahu rumah ada adatnya
Tahu tepian ada bahasanya
Tahu nasib berketepatn
Tahu untung berkesudahan
Tahu hidup berhingga-hingga
Tahu mati berpada-pada
Tahu asal mula jadinya
Tahu bilik tempat baliknya”
ü “Sifar hidup memegang amanah”, yakni setia dan dapat dipercaya.
Di dalam ungkapan disebut:
“Taat pada petuah
Setia pada sumpah
Mati pada janji
Melarat pada budi
Kalau hidup memegang wakil
Kalau mati memegang amanat”
ü “Sifat benag orang”, yakni lurus, jujur, sesuai kulit dengan isinya.
Di dalam ungkapan disebut:
“Lurus tahan bidik
Tengang tahan pandang
Lurus bagi benang arang
Sepadan takah dengan kokohnya
Sepadan lenggang dengan langkahnya
Sepadan ilmu dengan amalnya
Sepadan laku dengan buatnya
Sepadan cakap dengan perangainya
Sesuai isi dengan kulitnya
Sesuai lahir dengan batinnya”
ü “Sifat tahan menantang matahari”, yakni berani dan rela berkorban dalam menegakkan keadilan dan kebenaran.
Di dalam ungkapan disebutkan:
“Tahan menentang matahari
Tahan menepis mata pedang
Tahan menyilang mata keris
Tahan asak dengan banding
Tahan capak dengan ugut
Tahan bergelang tali terap
Tahan berbedak dengan arang
Tahan berbantal dengan tumang
Yang berani pada haknya
Yang kuat pada patutnya
Yang keras pada adilnya”
ü “Sifat tahu kelek dengan elek”, yakni bijaksana, arif, tanggap, dan cekatan.
Di dalam ungkapan disebut:
“Bijak menyimak kicau murai
Bijak menjaring angin lalu
Bijak menangkap kerling orang
Bijak menepis mata pedang
Bijak membuka simpul mati
Pandai mengurung dengan lidah
Pandai mengandang dengan cakap
Pandai mengungkung dengan syarak
Pandai mengikat dengan lembaga
Cepat akal laju pikiran
Cepat angan laju buatan”
ü “Sifat menang dalam kalah”, yaknni rendah hati, sabat, lapang dada, dan berjiwa besar.
Di dalam ungkapan disebut:
“Yang menang dalam kalah
Yang lapang dalam sempit
Yang kaya dalam susah
Lapang dada luas hati
Lapangnya tak berhempang
Luasnya tak terbatas
Dalamnya tak berukur
Banyaknya tak bersukat
Beratnya tak bertimbang
Cerdiknya tidak menjual
Cerdiknya menjadi penyambung lidah
Beraninya tidak melesi
Berani menjadi pelapis dada
Kuatnya tidak mematah
Kuat menjadi tidak sendi
Alimnya tidak menyalah
Alim menjadi tempat bertanya”
ü “Sifat tahan berkering”, yakni tabah, tahan menderita, giat, dan rajin bekerja.
Di dalam ungkapan disebut:
“Tahan kering tahan melempeng
Tahan gilas tahan giling
Kering tidak mengelokak
Gilas tidak terlindas
Mau bersakat atas kepala
Mau mengekas dalam panas
Mau disuruh sekali pergi
Mau dihimbau sekali datang”
ü “Sifat unjuk dengan beri”, yakni pemurah ,setia kawan, dan tidak mementingkan diri sendiri.
Di dalam ungkapan disebut:
“Pandai unjuk dengan beri
Pandai menjalin gelegar patah
Pandai menjirat lantai patah
Pandai menampal liang dinding
Rumahnya tidak berpintu
Periuknya tidak bertudung
Lapangnya dalam bersempit
Manisnya dalam berpahit
Yang searang sama dibagi
Yang sekuku sama dibelah
Yang secebis sama dicebis
Yang secelis sama dicelis
Yang sesuap sama dirasa
Yang sepalit sama dicecah
Kalau makan tidak sendiri
Kalau Kenyan tidak seorang”
ü “Sifat timbang dengan sukat”, yakni adil dan benar.
Di dalam ungkapan disebut:
“Sifat timbang sama beratnya
Sifat sukat sama penuhnya
Sifat belah sama baginya
Sifat ukur sama panjangnya
Sesuai sukat dengan timbangnya
Sesuai belah dengan ukurnya
Sesuai ukur sama panjangnya
Sesuai penat dengan dapatnya
Yang tinggi tidak menimpa
Yang kuat tidak mematah
Yang besar tidak meneladan
Yang menang tidak melejin
Bila duduk sama trendahnya
Bila tegak sam tingginya
Bila serupa boleh dilihat
Bila perisa boleh dirasa
Bila tangkai boleh dijunjung
Bila tali boleh diseret”
ü “Sifat tahu kan malu”, yakni menjaga aib malu, menjaga marwah dan tuah, tidak mau dipermalukan dan tidak mau pula mempermalukan orang.
Di dalam ungkapan disebut:
“Yang disebut sifat malu
Malu membuka aib orang
Malu menyingkap baju dibadan
Malu mencoreng arang dikening
Malu melanggaar pada syarak
Malu berlanda pada adat
Malu bertarung pada lembaga
Harga garap pada asinnya
Harga manusia pada malunya
Tanda parang ada hulunya
Tanda orang ada malunya
Dari hidup menanggung malu
Eloklah mati kena palu
Kalau aib sudah menimpa
Hidup di dunia tiada berguna”
ü “Sifat yang bersifat”, yakni menjunjung tinggi nilai-nilai agama, budaya dan norma-norma sosial di dalam masyarakatnya, menghormati dan menghargai pribadi dan pendapat orang lain, serta arif dalam meletakkan sesuatu pada tempatnya.
Di dalam ungkapan disebut:
“Yang disebut sifat bersifat
Menjunjung syarak dengan adatnya
Menjunjung undang dengan hukumnya
Menjunjung marwah denga tuahnya
Menjunjung tahu dengan ilmunya
Yang penghulu di hulukan
Yang alim diketengahkan
Yang patut dipatutkan
Yang hulubalang dibilangkan
Yang cerdik dikemukakan
Tunak menegur dengan sifatnya
Tunak menyapa dengan adatnya
Tunak menyimak dengan syaraknya
Pandai memakai pada ukurnya
Pandai meletak pada patutnya”
ü “Sifat ingat dengan minat”, yakni ingat dan menaruh perhatian besar terhadap masyarakat dan lingkungannya, dinamis dan kreatif.
Di dalam ungkapan disebut:
“Ingatkan susur dengan galurnya
Ingatkan dusun dengan kampungnya
Ingatkan atap yang sebengkawan
Ingatkan pisang goyang-goyang
Ingat hidup dikandung adat
Ingat mati dikandung tanah
Ingat kan tiang yang terpalang
Ingat kan batang yang melintang
Ingat kan rumput yang menjemba
Ingatkan lantai yang terjungkat
Ingat kan tunjuk dengang ajar
Ingat kan amanah dengan petuah
Yang ingat tiada sukat
Yang minat tiada bertempat
Dari ingat timbul minat
Darii minat timbul buah”
ü “Sifat pinjam memulangkan”, yakni mempunyai pandangan jauh ke depan, berwawasan luas, serta bertekad bulat untuk mewariskan karya, jasa, dan nama baiknya.
Di dalam ungkapan disebut:
“Yang disebut hidup meninggalkan
Meninggalkan contoh dengan teladan
Meninggalkan adat dengan pusaka
Meninggalkan sifat dengan buat
Meninggalkan tunjuk dengan ajar
Pandai mengunut langkah yang lalu
Pandai membaca jejak yang lampau
Pandai mencontoh pada yang sudah
Bijak memandang berlapang-lapang
Membaca buka membuka
Pandang tidak berhempang
Baca tidak berhingga
Tahu kan hidup akan hutangnya
Pantang mati sesat menyesatkan
Hutang ke anak diselesaikan
Hutang ke orang banyak diusaikan
Hutang hidup disegerakan
Hutang mati disempurnakan”
ü “Sifar yang pucuk”, yakni sifat kepemimpinan yang baik, terpuji , bijaksana, adil, jujur, dan setia dan sebagainya, yang juga disebut “Sifat Tua”.
Di dalam ungkapan disebut”
“Yang disebut sifat yang pucuk
Di adat menjadi pucuk adat
Di hulukan menjadi pucuk penghulu
Di majelis menjadi pucuk rundingan
Di helat menjadi pucuk kata
Di hilirkan menjadi pucuk lembaga
Raja tidak membuang daulat
Penghulu tidak membuang adat
Hulubalang tidak membuang kuat
Alim tidak membuang kitab
Tukang tidak membuang bahan
Cerdik tidak membuang cakap
Tahu menyelesaikan rantau kusut
Tahu menjernihkan tepian keruh
Tahu menghapus arang di kening
Tahu membayar hutang baris
Tahu meniti mata pedang
Tahu menurut alur patutnya
Tahu belang dengan baginya
Tahu had dengan batasnya
Tahu sifat dengan tempatnya
Tahu memutus dengan syarak
Tahu menimbang dengan adat
Tahu menyukat dengan lembaga
Tahu mencencang dengan udang
Putus tidak membinasakan
Timbang tidak memberatkan
Sukat tidak menyesatkan
Cencang tidak mematikan
Tahu menghitung-hitung diri
Tahu membilang baying-bayang
Tahu menilik angan-angan
Yang berumah berpintu dua
Pintu muka menjemput adat
Pintu belakang menembus malu
Yang berunding tidak berdinding
Dinding terletak di orang banyak
Yang bercakap tidak dipekap
Kalau dipekap ada adatnya
Yang kaya tempat meminta
Yang tua tempat bertanya
Yang tegak ditengah-tengah
Ke kiri tidak melanda
Ke kanan tidak mengena
Kalau melanda dengan syarak
Kalau mengena dengan adat
Ke laur dia tak hanyut
Ke darat dia tak sesat
Ke hulu dia tak malu
Ke hilir ia tak mungkir
Besarnya tidak mengharap gelar
Kecilnya tidak mengharap kasihan
…………………………….dan seterusya”
Sebenarnya, pada setiap bulir “Pakaian yang Delapan Belas” atau “Sifat yang Delapan Belas” itu terdapat berpuluh-puluh ungkapan yang lainnya yang memberikan penjelasan dan pemahamannya. Ungkapan-ungkapan itu, secara tuntas mengungkapkan nilai-nilai luhur yang terdapat di dalam setiap butir acuan itu. Para pemangku dan pemuka adat dan orang rua-tua atau yang dituakan dalam masyarakatnya, umumnya mampu mengembangkan penafsiran setiap butir “Pakaian yang Delapan Belas” atau “Sifat yang Delapan Belas” itu dengan seluas-luasnya.
Di dalam upacara-upacara adat, terutama upacara nikah kawin, ungkapan-ungkapan yang menjabarkan “Pakaian yang Delapan Belas” atau “Sifat yang Delapan Belas” itu selalu diketengahkan sebagai “Nasehat perkawinan” oleh orang yang dituakan dalam perhelatan itu, yang disebut “Memberi tunjuk ajar” kepada pengantin.
Tradisi ini lebih menunjukkan lagi, betapa orang melayu amat memperhatikan anak dan kelahirannya, adanya “Tunjuk ajar” itu menyebabkan kedua pengantin lebih memahami lagi, bahwa anak yang di idam-idamkan oleh masyarakat, yang dipuji oleh adat dan tradisinya, ialah anak yang menjadi”orang”, yakni menjadi manusia yang sempurna lahiraiah dan batiniahnya. Anak inilah yang patut disebut sebagai idola citra anak menurut acuan budaya Melayu.
Atau dengan kata lain, anak yang pada dirinya bersebati dan melekat nilai-nilai luhur dari ”Pakaian yang Delapan Belas” atau “Sifat yang Delapan Belas” itulah yang patut disebut sebagai idola citra anak dalam budaya Melayu. Sebab di sanalah berpuncaknya harapan mereka terhadap anak.
No comments:
Post a Comment
Semoga bermanfaat dan mohon dukungannya serta bantuannya.
#Salam sukses